CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Thursday, December 2, 2010

Persepsi itu relatif

Kalau bicara soal benar dan salah, itu tidak bisa diukur hanya dengan satu argumen saja. Sekarang ini yang saya amati, benar dan salah itu sangat relatif. Orang dengan mudahnya membenarkan yang salah, dan yang salah-pun dengan alasan-alasan dan faktor lain juga dapat menjadi benar. Manusia memandang segala sesuatunya itu bisa dilihat dari berbagai macam sisi dan berbagai macam hal. Asumsi-asumsi orang bisa jadi satu bahan perdebatan hebat sepanjang malam dan menciptakan satu keriuhan yang amat mendalam. Padahal, kalau ingin menilik hati kecil ( yang semua orang juga tahu bahwa itu jujur ), apa iya benar-salah itu masih bersifat relatif?
Mengapa, ada istilah
" Tak kenal maka tak sayang? " dan kata-kata " first impression? " Lalu apa hubungannya dengan persepsi? Well, sebagian manusia normal ( dalam artian yang baik-baik saja, bukan orang jahat/usil, Tukang gossip, dsb ) biasanya mereka akan menilai kita 75% dari penampilannya terlebih dahulu. Bagaimana gesture-nya, ekspresi mukanya, gaya pakaiannya, dll. 5-10 menit pertama, kita bisa melihat topik yang ia bawakan. 30-1 jam kedepan kita dapat larut dalam pembicaraan yang dibawanya. Sebulan-setahun berikutnya, kita dapat mengerti dia itu seperti apa. Tapi, untuk benar-benar memahaminya, bukan tidak mungkin kita membutuhkan waktu lebih dari tiga tahun untuk mengenal seseorang. It'd really takes time to know peoples cause like we knew, peoples are very complicated. Soul are very abstract, and we never know what's on their mind.
Kita bisa menilai seseorang dan memiliki persepsi tentangnya dikarenakan oleh apa sih? Pastinya karena apa yang orang itu persentasikan ke kita & realita yang ada di balik kehidupannya kan? Baik atau buruknya, itu semua tergantung bagaimana mereka bisa menyuguhkan sesuatu yang pas. Tidak lebih, tapi juga tidak kurang. Maka dari itu, norma-norma yang dewasa ini terlalu sering di abaikan & disepelekan sebenarnya sangat penting, karena, itu menyangkut kepada moralitas seseorang yang berkaitan dengan perilakunya masing-masing.
Sementara itu, moralitas bisa didapat dari mana? Apa hanya karena doktrin orang tua sejak kita kecil dan ajaran guru agama di SD? Kalau menurut saya, itu bisa didapat dari bagaimana kita ingin menghargai diri kita sendiri. Yang akan membawa kita ke level yang lebih baik dan memiliki satu esensi sebagai manusia biasa. Dan apabila orang lain pada akhirnya dapat melihat dan menilai kita, sesungguhnya itu merupakan acuan yang dapat kita gunakan sebagai motivator untuk mengubah apa yang buruk pada kita & memperbaiki segalanya. Just because, hanya orang yang sangat hebat dan luar biasa-lah yang bisa bercermin pada diri sendiri.
Kenapa manusia terlalu terbiasa untuk menoleransi & membenarkan apa yang salah? Sejujurnya mereka tahu bahwa itu melenceng jauh dan mungkin sampai mengorbankan harga diri? Jawabannya hanya pada anda, dan ini berbalik pada kualitas manusia sebagai manusia utuh yang diciptakan Tuhan semestinya. Well, persepsi memang relatif. Dan bagi sebagian orang, mungkin tinggal di negara demokrasi tidak begitu enak, karena adanya kebebasan bicara & berpendapat.
So, bagaimana dengan kalimat,
" Bodo amat dengan omongan orang! toh mereka nggak ngasih gw makan..."
Hanya manusia tak berpikir yang tidak mau mendengar sesuatu yang baik tentang dirinya. Realita itu pahit, dan saya juga sadar bahwa tak ada yang lebih kejam dari sebuah penilaian.

0 comments: